Selasa, 31 Maret 2015

kampung tradisional wae rebo

KAMPUNG WAE REBO MANGGARAI
 Wae Rebo adalah salah satu kampung adat tradisional satu-satunya yang masih tersisia di tiga kabupaten Manggarai yang masih terjaga keasliannya serta masih tertata rapi kelestarian kampungnya. Hal tersebut tidak lain karena warga setempat tetap memegang teguh adat istiadat mereka.

Lalu bagaimana jika kita ingin mengunjungi Waerebo? Penduduk Waerebo jika ingin melihat dunia luar adalah menuju Denge terlebih dahulu, begitu juga sebaliknya jika kita ingin menuju Waerebo, kita harus ke Denge juga. Untuk menuju Denge menggunakan transportasi umum dimulai dari Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai. Ada penerbangan melalui surabaya-denpasar-labuan bajo-ruteng. Lebih mudah untuk ke Labuan Bajo terlebih dahulu baru dilanjutkan menggunakan bus atau travel menuju Ruteng.
Waerebo
Oto kayu menuju Denge/Dintor
Transportasi dari Ruteng ke Denge atau Dintor (Dintor adalah desa di dekat Denge) tidaklah banyak. Ada bemo, semacam angkot, yang beroperasi tidak setiap hari. Yang setiap hari tersedia adalah oto kayu, truk yang bagian bak belakangnya disulap dengan papan-papan untuk tempat duduk penumpang. Oto kayu ini pun hanya ada dua (kadang cuma satu) yang beroperasi. Mereka berangkat dari Terminal Mena di Ruteng sekitar jam 9 sampai 10 pagi. Sampai di Denge sekitar jam 2 siang. Jika ingin lebih fleksibel waktunya bisa menggunakan ojek, tapi harus siap terjaga selama perjalanan.
Waerebo
Homestay Wejang Asih, Denge
Di Dintor ada sebuah penginapan namanya Waerebo Lodge, Sedangkan di Denge, desa terakhir sebelum perjalanan menuju Waerebo, ada homestay Wejang Asih. Di dekat homestay Wejang Asih ini pula terdapat Pusat Informasi dan Perpustakaan Desa Waerebo untuk mempromosikan Waerebo sebagai tempat wisata.

Untuk memulai trekking menuju Waerebo, sebaiknya dilakukan pagi-pagi sekali karena sekitar 3-4 kilometer awal perjalanan tidak tertutup oleh pepohonan yang rindang. Jadi apabila trekking siang hari akan tersengat sinar matahari yang akan mengucurkan keringat. Bukan berarti untuk menghindari matahari lalu memilih jalan malam, karena hal ini tidak diperbolehkan. Trek yang dilalui merupakan tanah yang labil dan rawan longsor jadi sangat berbahaya jika trekking dilakukan malam hari.
Waerebo
Hutan menuju Waerebo

3-4 kilometer awal perjalanan adalah jalanan yang cukup untuk pemanasan. Tanjakannya belum terlalu curam dan jalanannya tidak sempit. Trek selanjutnya adalah jalan setapak di tengah hutan yang sangat rimbun. Beberapa kali jalurnya berada di pinggiran tebing yang langsung berbatasan dengan jurang yang sangat dalam. Jalanannya menanjak terus sampai di titik jarak 2400 meter sebelum Desa Waerebo, setelahnya adalah jalan datar. Jika saat musim hujan, tanah sangat licin dan banyak lintah, jadi kewaspadaan harus lebih tinggi. Kurang dari satu kilometer jalanannya turun dan melewati kebun kopi. Kira-kira 3-4 jam trekking untuk mencapai Waerebo.

Selanjutnya penduduk Waerebo akan menyapa dengan sangat ramah dan senyum yang sangat manis. Selamat datang di Waerebo…


 
Mbaru Niang adalah rumah adat yang berada dipualu flores Indonesia. Rumah adat Mbaru Niang ini sangat unik berbentuk kerucut dan memiliki 5 lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Rumah adat Mbaru niang ini sangat langka karena hanya tinggal beberapa dan hanya terdapat di kampung adat wae rebo yang terpencil di atas pegunungan.
Mbaru Niang berbentuk kerucut dengan atap yang hampir menyentuh tanah. Atap yang digunakan rumah adat Mbaru Niang ini menggunakan daun lontar. Mirip rumah adat "honai" di Papua, Mbaru Niang adalah rumah dengan struktur cukup tinggi, berbentuk kerucut yang keseluruhannya ditutup ijuk. Mbaru Niang memiliki 5 tingkat dan terbuat dari kayu worok dan bambu serta dibangun tanpa paku. Tali rotan yang kuatlah yang mengikat konstruksi bangunan. Setiap mbaru niang dihuni enam sampai delapan keluarga.
Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang berbeda beda yaitu:
  • tingkat pertama disebut lutur digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga
  • tingkat kedua berupa loteng atau disebut lobo berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari
  • tingkat ketiga disebut lentar untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan
  • tingkat keempat disebut lempa rae disediakan untuk stok pangan apabila terjadi kekeringan,
  • tingkat kelima disebut hekang kode untuk tempat sesajian persembahan kepada leluhur.

Wae Rebo merupakan negeri diatas awan tempat dimana harmoni ditiupkan keseluruh penjuru daerahnya. Masyarakat hidup rukun dan harmonis meskipun dengan kondisi sederhana. Angin dingin serta keterbatasan yang ada juga tidak dijadikan sebagai halangan bagi masyarakat setempat untuk tetap menjaga dan melestarikan salah satu kekayaan bumi nusantara ini.



Informasi :
Travel Labuan Bajo – Ruteng : 100 ribu (4-5 jam)
Oto kayu Ruteng – Denge/Dintor : 50 ribu (4 jam) dari Ruteng sekitar jam 9-10 pagi. Dari Denge/Dintor – Ruteng oto kayu start pagi-pagi sekali dari jam 3-5 pagi
Ojek Ruteng – Dintor/Denge : 200ribu-250ribu
Homestay Wejang Asih : 275 ribu/hari/orang dapat makan selama tinggal,
Guide/porter ke Waerebo (wajib) : 150ribu
Menginap di Waerebo : 250ribu/orang (dapat makan selama tinggal) jika tidak menginap membayar 100ribu/orang
Sebelum berkeliling desa pengunjung harus masuk ke rumah utama (rumah gendang) dan disambut dengan Upacara Wae Lu'u terlebih dahulu untuk memohon ijin kepada para leluhur untuk menerima tamu. Siapkan uang 20ribu/rombongan atau seikhlasnya sebagai sesaji.

Ada juga beberapa tempat pariwisata yang bisa di jangkau dari wae rebo, misalnya pulau mules, dari wae rebo kita menuju dintor.
Setelah sampai di desa Dintor, anda sebaiknya mencari perahu sebagai sarana menuju Pulau Mules. Sangat mudah mencari perahu karena hampir setiap penduduk Dintor mempunyai armada tersebut, dan kemudian tergantung kesepakatan harga. Pengalaman saya kalau menyewa seharian tarifnya Rp. 100.000-Rp.120.000 an, tetapi kalau ikut kapal penupang hanya Rp. 25.000. Semua ada kelebihan dan kekurangannya, bila menyewa perahu bisa keliling Pulau Mules.

Foto pulau mules dilihat dari pantai pasir putih Dintor
Foto pulau mules dilihat dari pantai pasir putih Dintor

Pulau Mules atau disebut Pulau Putri Tidur karena bila dilihat dari kejauhan menyerupai putri yang tidur terletang diatas laut. Pulau Mules adalah salah satu pulau yang masih belum terekspos oleh media masa baik itu majalah, surat kabar, televisi, dan lain sebagainya.
http://destinasi-indonesia.com/wp-content/uploads/2014/03/nuca-molas.jpg 

Pulau dengan pasir putih dan hamparan bukit batu di bagian barat sangat indah dan kegiatan wisata seperti snorkeling, berenang atau bersantai di pantai dapat anda lakukan disini.
 http://www.theindonesianway.com/wp-content/uploads/2014/02/pasir_putih_dintor.jpg

Tidak terlalu banyak penduduk yang tinggal dipulau Mules, mereka kebanyakan adalah para pendatang dan menetap dipinggiran pantai. Masyarakat pulau Mules mayoritas beragama Muslim, berbeda dengan penduduk Manggarai yang mayoritas beragama Nasrani. Banyak sekali dijumpai Gurita, dan Rusa sehingga banyak para pemburu liar yang datang kesini, tetapi kurangnya perhatian pemerintah daerah setepat untuk menjaga kelestarian alam di pulau Mules bila dibiarkan akan berakibat fatal.